BAB V
GAGAL JANTUNG
A.
Defenisi
1. Penyakit Gagal Jantung yang dalam
istilah medisnya disebut dengan "Heart Failure atau Cardiac Failure", merupakan suatu keadaan
darurat medis dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung seseorang setiap
menitnya {curah jantung (cardiac output)} tidak mampu memenuhi kebutuhan normal
metabolisme tubuh.
2. Gagal jantung kongestif terjadi
sewaktu kontraktilitas jantung berkurang dan vetrikel tidak mampu memompa
keluar darah sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan volume
diastolic akhir ventrikel secara progresif bertambah. (Elizabeth J.
Corwin)
3. Gagal jantung
adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan darah secukupnya
dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk metabolisme jaringan tubuh, sedangkan
tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi.
(http//:www,askepgagaljantung,com)
4. Gagal jantung
adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang
mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari
jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang
mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi
atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat
menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju
metabolic ( misalnya ;demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia
membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.(Diane C.
Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)
5. Gagal jantung
adalah suatu keadaan
patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya
ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald )
6. Gagal jantung sering disebut gagal
jantung kongesif adalah ketidakmampuan jantung untuk tidak memompa darah yang
adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Brunner dan
Sudarth, 2001 : 805).
7. Menurut Brauwand gagal jantung
adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat
jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian
ventrikel kiri (Suryadipraja, 1996 : 97).
8. Gagal jantung lebih umum disebut
gagal jantung kongestif (GJK) mengacu pada ketidakstabilan jantung dalam
memperoleh oksigen dan zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh (Engram Barbara, 1998
: 455).
9. Jadi gagal jantung
adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac output tidak mencukupi
kebutuhan metabolik tubuh) sedangkan tekanan pengisian ke dalam
jantung masih cukup tinggi, mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk
kerusakan sifat kontraktilitas
jantung yang berkurang dan vetrikel tidak mampu memompa keluar darah
sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic
akhir ventrikel secara progresif bertambah. Hal yang terjadi
sebagai akibat akhir dari gangguan jantung ini adalah jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan
oksigen pada sebagi organ.
B.
Etiologi
Penyebab gagal jantung mencakup
apapun yang menyebabkan peningkatan volume plasma sampai derajat tertentu
sehingga volume diastolic akhir meregangkan serat-serat ventrikel melebihi
panjang optimumnya. Penyebab tersering adalah cedera pada jantung itu sendiri
yang memulai siklus kegagalan dengan mengurangi kekuatan kontraksi jantung.
Akibat buruk dari menurunnya kontraktilitas, mulai terjadi akumulasi volume
darah di ventrikel. Penyebab gagal jantung yang terdapat di jantung
antara lain :
Terjadinya
gagal jantung dapat disebabkan :
a. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
b. Beban tekanan
berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik
yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload) menyebabkan
hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah ventrikel atau
isi sekuncup.
c. Beban volume
berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui
kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan menyebabkan volum dan tekanan
pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi. Prinsip Frank Starling ; curah
jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan besarnya regangan otot jantung,
tetapi bila beban terus bertambah sampai melampaui batas tertentu, maka curah
jantung justru akan menurun kembali.
d. Peningkatan
kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand overload)
Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
e. Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan pada pengisian ventrikel
karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel atau pada aliran balik
vena/venous return akan menyebabkan pengeluaran atau output ventrikel berkurang
dan curah jantung menurun.
f. Kelainan Otot
Jantung
Gagal jantung
paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit
otot degeneratif atau inflamasi.
g. Aterosklerosis
Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan
asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung.
h. Hipertensi
Sistemik / Pulmonal
Meningkatkan
beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot
jantung.
i. Peradangan dan
Penyakit Miokardium
Berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
j. Penyakit jantung
Penyakit
jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardium,
perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
k. Faktor sistemik
Faktor sistemik
seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit juga
dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Semua situasi
diatas dapat menyebabkan gagal jantung kiri atau kanan. Penyebab yang
spesifik untuk gagal jantung kanan antara lain:
a. Gagal jantung
kiri
b. Hipertensi paru
c. PPOM
C.
Patofisiologi
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan oleh
aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau
inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark Miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung. Hipertensi sistemik/ pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan
beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme
kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan
tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal,
dan akhrinya terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokarium degeneratif berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara
terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan.
Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah
ventrikel berpasangan/ sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Gagal jantung dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan
jantung. Sebagai contoh, hipertensi sitemik yang kronis akan menyebabkan
ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan melemah. Hipertensi paru yang
berlangsung lama akan menyebabkan ventrikel kanan mengalami hipertofi dan
melemah. Letak suatu infark miokardium akan menentukan sisi jantung yang
pertama kali terkena setelah terjadi serangan jantung.
Karena ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan
darah kembali ke atrium, lalu ke sirkulasi paru, ventrikel kanan dan atrium
kanan, maka jelaslah bahwa gagal jantung kiri akhirnya akan menyebabkan gagal
jantung kanan. Pada kenyataanya, penyebab utama gagal jantung kanan adalah
gagal jantung kiri. Karena tidak dipompa secara optimum keluar dari sisi kanan
jantung, maka darah mulai terkumpul di sistem vena perifer. Hasil akhirnya
adalah semakin berkurangnya volume darah dalam sirkulasi dan menurunnya
tekanan darah serta perburukan siklus gagal jantung.
D.
Manifestasi Klinis
a. Peningkatan
volume intravaskular (gambaran dominan)
b. Ortopnue yaitu
sesak saat berbaring
c. Dipsneu on
effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas
d. Paroxymal
noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam hari disertai
batuk
e. Berdebar-debar
f. Lekas lelah
g. Batuk-batuk
h. Peningkatan
desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan sesak nafas.
i. Peningkatan desakan vena sistemik
seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan berat badan.
E.
Klasifikasi
Menurut
derajat sakitnya:
1. Derajat 1:
Tanpa keluhan - Anda masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-hari tanpa
disertai kelelahan ataupun sesak napas
2. Derajat 2:
Ringan - aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau sesak napas, tetapi
jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang
3. Derajat 3:
Sedang - aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau sesak napas,
tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas dihentikan
4. Derajat 4:
Berat - tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada saat
istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas walaupun aktivitas ringan.
Menurut lokasi terjadinya :
1. Gagal jantung
kiri
Kongesti paru
menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa
darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong kejaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi
meliputi dispnea, batuk, mudah lelah, takikardi dengan
bunyi jantung S3, kecemasan kegelisahan, anoreksia, keringat dingin, dan paroxysmal
nocturnal dyspnea,ronki basah paru dibagian basal
2. Gagal jantung
kanan
Bila ventrikel
kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer. Hal ini
terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan
adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal
kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi : edema
akstremitas bawah yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat
badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan
cairan didalam rongga peritonium), anoreksia dan mual, dan lemah.
F.
Dampak Terhadap Sistem Tubuh
1.
Sistem Kardiovaskuler
Adanya gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung menurun, mengakibatkan
kompensasi gagal jantung mempertahankan perfusi jaringan yang menandai maka
berdampak pada penurunan kemampuan otot jantung dalam pemenuhan kebutuhan otot
jantung dalam pemenuhan kebutuhan tubuh dan jaringan (Brunner dan Suddart, 2001
: 805).
2.
Sistem Pernapasan
Kegagalan ventrikel kiri memompakan
darah yang mengandung oksigen guna memenuhi kebutuhan tubuh berakibat pada
penurunan kardiak output akhirnya peningkatan pada sirkulasi paru-paru
menyebabkan cairan di dorong ke alveoli dan jaringan interstisium menyebabkan
dispnea, ortopnea, batuk yang terus menerus dan pada auskultasi terdengar rales
akibatnya klien akan mengalami kerusakan pada gangguan atau pola napas tidak
efektif (C. Long, 1996 : 581).
3.
Sistem Muskuloskeletal
Adanya penurunan curah jantung
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hati dan metabolisme yang tidak adekuat dari jaringan dapat
menyebabkan lelah juga akibat dari meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk,
akibatnya klien akan mengalami intoleransi aktivitas (Brunner dan Suddart, 2001
: 807).
4.
Sistem Pencernaan
Adanya anorexia dan mual terjadi
akibat pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen distensi
abdomen, akan terjadi distensi abdomen, hepatomegali/pembesaran hati dapat
terjadi akibat dari peregangan kapula hati, (Brunner dan Suddart, 2001 : 808),
akibatnya klien mengalami pemasukan nutrisi tidak adequat atau terjadi
perubahan intake nutrisi. Akan ditemukan asites, bisa mencapai lebih dari 10
liter (C.Long, 1996 : 582). Distensi abdomen akibat asites menggeser diafragma
dan mengakibatkan kesulitan bernapas, akan terganggunya pengembangan paru.
5.
Sistem Perkemihan
Adanya perubahan cairan dan kadar
elektrolit berupa hiponatremia yaitu pengenceran : kadar kalium normal/menurun.
Hiperkalemia dapat terjadi pada tahap lanjut gagal jantung, akibat gangguan fungsi
ginjal kadar nitrogen urea darah dan kreatin dapat meningkat disebabkan oleh
perubahan laju gromeulus selain itu mengakibatkan pula kemih menjadi lebih
pekat dengan berat jenis yang tinggi dan kadar natriumnya berkurang (Price,
1996 : 590).
6.
Sistem Integumen
Akibat ketidakmampuan pengosongan
volume darah dengan adekuat, maka fungsi jantung tidak dapat mengakomodasi
semua darah secara normal kembali dari sirkulasi vena. Oedema perifer akan
terjadi sebagai akibat penimbunan cairan pada ruang-ruang intenstisial. Oedema
mula-mula tampak pada daerah yang tergantung terutama pada malam hari, dapat
terjadi nokturia. Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi
pada waktu berbaring dan juga berkurang vasokonstiksi ginjal pada waktu
istirahat (Price, 1995 : 589). Jaringan mengalami oedema berat mengakibatkan
kulitnya pecah dan cair menembus keluar jaringan (C. Long, 1996 : 582).
G.
Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi ialah :
a. Trombosis vena
dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
b. Syok
kardiogenik akibat disfungsi nyata dari jantung.
c. Toksisitas
digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
H.
Pemeriksaan Fisik
1. Auskultasi nadi
apikal, biasanya terjadi takikardi (walaupun dalam keadaan berustirahat)
2. Bunyi jantung,
S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum (S3
dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke atrium yang distensi. Murmur dapat
menunjukkan inkompetensi / stenosis katup.
3. Palpasi nadi
perifer, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan
pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin ada.
4. Tekanan darah
5. Pemeriksaan
kulit : kulit pucat (karena penurunan perfusi perifer sekunder) dan sianosis
(terjadi sebagai refraktori Gagal Jantung Kronis). Area yang sakit sering
berwarna biru/belang karena peningkatan kongesti vena
I.
Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG
(elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung
EKG : Hipertrofi atrial atau
ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat.
Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6
minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime
ventricular.
2. Echokardiogram: menggunakan
gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung, serta menilai
keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat bermanfaat untuk
menegakkan diagnosis gagal jantung.
3. Foto
rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan
cairan di paru-paru atau penyakit paru lainnya.
4. Tes
darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic
peptide) yang pada gagal jantung akan meningkat.
5. Sonogram
: Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
6. Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan
memperkirakan pergerakan dinding.
7. Kateterisasi
jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontrktilitas.
J.
Penatalaksanaan
Menurut Arif Mansjoer (1999 : 435)
penatalaksanaan gagal jantung adalah :
1. Meningkatkan
oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan O2 melalui istirahat atau
pembatasan aktivitas.
2. Untuk
memperbaiki kontraktilitas otot jantung diberikan digoxin oral untuk digitalis
cepat 0,5-2 mg selama 24 jam.
3. Untuk
mengurangi oedema diberikan obat diuretik misalnya forosemid 40-80 mg.
4. Diet
rendah garam 30 mg.
Tujuan
pengobatan adalah :
1. Dukung
istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2. Meningkatkan
kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan preparat farmakologi
3. Membuang
penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi
antidiuretik, diit dan istirahat.
Penatalaksanaan:
a.
Tirah baring
Tirah
baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung dan
menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume intra vaskuler melalui
induksi diuresis berbaring.
b.
Oksigen
Pemenuhan
oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen
tubuh.
c.
Diet
Pengaturan
diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu pembatasan
natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema.
d.
Revaskularisasi koroner
e.
Transplantasi jantung
f.
Kardoimioplasti
K.
Pengobatan
1. Diuretik: Untuk
mengurangi penimbunan cairan dan pembengkakan
2. Penghambat
ACE (ACE inhibitors): untuk menurunkan tekanan darah dan
mengurangi beban kerja jantung
3. Penyekat
beta (beta blockers): Untuk mengurangi denyut jantung dan
menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang
4. Digoksin: Memperkuat
denyut dan daya pompa jantung
5. Terapi
nitrat dan vasodilator koroner: menyebabkan vasodilatasi perifer dan
penurunan konsumsi oksigen miokard.
6. Digitalis: memperlambat
frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan kontraksi, peningkatan efisiensi
jantung. Saat curah jantung meningkat, volume cairan lebih besar dikirim ke
ginjal untuk filtrasi dan ekskresi dan volume intravascular menurun.
7. Inotropik
positif: Dobutamin adalah obat simpatomimetik dengan kerja beta 1
adrenergik. Efek beta 1 meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium (efek
inotropik positif) dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif).
8. Sedati: Pemberian
sedative untuk mengurangi kegelisahan bertujuan mengistirahatkan dan memberi
relaksasi pada klien.
L.
Pencegahan
Kunci untuk mencegah gagal jantung
adalah mengurangi faktor-faktor risiko Anda. Anda dapat mengontrol atau
menghilangkan banyak faktor-faktor risiko penyakit jantung - tekanan darah
tinggi dan penyakit arteri koroner, misalnya - dengan melakukan perubahan gaya
hidup bersama dengan bantuan obat apa pun yang diperlukan.
Perubahan gaya
hidup dapat Anda buat untuk membantu mencegah gagal jantung meliputi:
a.
Tidak
merokok
b.
Mengendalikan
kondisi tertentu, seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan diabetes
c.
Tetap
aktif secara fisik
d.
Makan
makanan yang sehat
e.
Menjaga
berat badan yang sehat
f.
Mengurangi
dan mengelola stres
M.Konsep Dasar Ilmu
Keperawatan
I.
Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari
jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan
sistemik . Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya
dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.
1)
Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus
menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan
aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda :
Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad
aktivitas.
2)
Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut,
episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis,
anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda :
1. TD ; mungkin rendah (gagal
pemompaan).
2. Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
3. Irama Jantung ; Disritmia.
4. Frekuensi jantung ; Takikardia.
5. Nadi apical ; PMI mungkin menyebar
dan merubah
6. posisi secara
inferior ke kiri.
7. Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah
diagnostik, S4 dapat
8. terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
9. Murmur sistolik dan diastolic.
10.
Warna
; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
11.
Punggung
kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
12.
kapiler
lambat.
13.
Hepar
; pembesaran/dapat teraba.
14.
Bunyi
napas ; krekels, ronkhi.
15.
Edema ; mungkin dependen, umum atau
pitting
16.
khususnya
pada ekstremitas.
3)
Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut.
Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya
perawatan medis)
b. Tanda
: Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas,
marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
4)
Eliminasi
a. Gejala
: Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.
5)
Makanan/cairan
a. Gejala
: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan,
pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi
garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda
: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum,
dependen, tekanan dn pitting).
6)
Higiene
a. Gejala
: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b. Tanda :
Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7)
Neurosensori
a. Gejala :
Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda :
Letargi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
8)
Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut
atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus
menyempit danperilaku melindungi diri.
9)
Pernapasan
a. Gejala
: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk
dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan
pernapasan.
b. Tanda
:
1. Pernapasan;
takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
2. Batuk : Kering/nyaring/non produktif
atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3. Sputum :Merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
4. Bunyi napas :
Mungkin tidak terdengar.
5. Fungsi mental:
Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6. Warna kulit :
Pucat dan sianosis.
10)
Keamanan
a. Gejala :
Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan/tonus otot.
11)
Interaksi
sosial
a. Gejala :
Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
12)
Pembelajaran/pengajaran
a. Gejala
: menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran
kalsium.
b. Tanda
: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
II.
Diagnosa Keperawatan
1.
Penurunan
curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
inotropik.
2.
Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk, penumpukan
secret.
3.
Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
4.
Gangguan pola nafas berhubungan dengan sesak nafas
5.
Penurunan perfusi jaringan behubungan
dngan penurunan O2 ke organ
6.
Nyeri
berhubungan dengan hepatomegali, nyeri abdomen.
7.
Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus,
meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
8.
Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia & mual.
9.
Intoleran aktivitas berhubungan dengan
fatigue
10. Sindrom deficit
perawatan diri berhubungan dengan sesak nafas
11. Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan pitting edema.
12. Cemas
berhubungan dengan sesak nafas, asites.
III.
Rencana Keperawatan
PENURUNAN
CURAH JANTUNG B/D PERUBAHAN KONTRAKTILITAS MIOKARDIAL/PERUBAHAN INOTROPIK.
|
|
Tujuan: Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung.
Kriteria hasil:
a. Melaporkan penurunan episode
dispnea, angina.
b. Ikut serta dalam aktivitas yang
mengurangi beban kerja jantung
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Auskultasi nadi apical, observasi
frekuensi, irama jantung
Catat bunyi jantung.
Palpasi nadi
nadi perifer
Kaji kulit
terhadap pucat dan sianosis.
Tinggikan
kaki, hindari tekanan pada bawah lutut.
Berikan
oksigen tambahan dengan nasal kanula atau masker sesuai indikasi.
|
Biasanya terjadi takikardi
(meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas
ventrikuler.
S1 dan S2
mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4)
dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi. Murmur dapat
menunjukkan inkompetensi/ stenosis katup.
Penurunan
curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, poplitea, dorsalis
pedis dan postibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk
dipalpasi, dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin
ada.
Pucat
menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya
curah jantung, vasokontriksi, dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai
refraktori GJK.
Menurunkan
stasis vena dan dapat menurunkan insiden thrombus atau pembentukan embolus.
Meningkatkan sediaan oksigen untuk
kebutuhan miokard untuk melawan efek hypoxia atau iskemia.
|
BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF
b/d PENURUNAN REFLEK BATUK, PENUMPUKAN SEKRET.
|
|
Tujuan: Setelah diberikan askep
diharapkan kepatenan jalan nafas pasien terjaga dengan
Kriteria hasil :
a. RR dalam batas normal
b. Irama nafas dalam batas normal
c. Pergerakan
sputum keluar dari jalan nafas
d. Bebas dari
suara nafas tambahan
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas,
missal mengi, krekels, ronki.
Pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi
dan ekspirasi.
Diskusikan dengan pasien untuk posisi yang nyaman
misal peninggian kepala tempat tidur,
duduk pada sandaran tempat tidur.
Dorong/bantu
latihan nafas abdomen atau bibir.
Memberikan air hangat.
|
Beberapa
derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/ tak
dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misal penyebaran, krekels
basah (bronchitis) ; bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema) atau
tak nya bunyi nafas (asma berat).
Takipnea
biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau
selama distress.
Peninggian kepala tempat tidur
mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi .
Memberikan
pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea.
Hidrasi air
membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran.
|
KERUSAKAN
PERTUKARAN GAS b/d EDEMA PARU
|
|
Tujuan: Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan pasien dapat Mempertahankan tingkat oksigen yang
adekuat untuk keperluan tubuh.
Kriteria hasil :
a.
Tanpa
terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas.
b.
Tanda-tanda vital dalam batas
normal
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji frekuensi,kedalaman pernafasan
Tinggikan kepala tempat
tidur,bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.dorong
nafas dalam secara perlahan sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu.
Kaji/awasi
secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Auskultasi bunyi
nafas,
catat area penurunan aliran udara /bunyi tambahan.
Awasi tingkat kesadaran/status
mental. selidiki adanya perubahan.
Awasi
tanda vital dan irama jantung
Kolaborasi
Awasi /gambarkan seri GDA dan nadi
oksimetri.
Berikan oksigen tambahan yang
sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
|
Berguna dalam evaluasi derajat
stress pernapasan/kronisnya proses penyakit.
Pengiriman oksigen dapat
diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan jalan nafas u/ menurunkan
kolaps jalan nafas,dispnea dan kerja nafas.
Sianosis mungkin perifer (terlihat
pd kuku) /sentral (sekitar bibir/daun telinga). Keabu-abuan dan sianosis
sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Bunyi nafas munkin redup karena
penurunan aliran udara.
Penurunan getaran vibrasi diduga
ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
Takikardi, disritmia, dan
perubahan TD dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
PaCO2
biasanya meningkat
(bronchitis, emfisema) & PaO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia
terjadi dengan derajat lebih kecil/lebih besar. catatan:PaCO2
“normal”/meningkat menandakan kegagalan pernafasan yang akan datang
selama asmatik.
Terjadinya/kegagalan
nafas yang akan datang memerlukan upaya penyelamatan hidup.
|
GANGGUAN POLA NAFAS b/d SESAK NAFAS
|
|
Tujuan: Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan Pola nafas efektif
Kriteria hasi:
a. RR Normal
b. Tak ada bunyi
nafas tambahan dan penggunaan otot bantu pernafasan.
c. GDA Normal.
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Monitor kedalaman pernafasan,
frekuensi, dan ekspansi dada.
Catat upaya pernafasan termasuk
penggunaan otot bantu nafas
Auskultasi bunyi nafas dan catat
bila ada bunyi nafas tambahan
Kolaborasi pemberian Oksigen dan
px GDA
Pantau tanda
vital (tekanan darah, nadi, frekuensi, pernafasan).
|
Mengetahui pergerakan dada
simetris atau tidak.pergerakan dada tidak simetris mengindikasikan terjadinya
gangguan pola nafas.
Penggunaan otot bantu nafas
mengindikasikan bahwa suplai O2 tidak adekuat.
Bunyi nafas tambahan menunjukkan
karena penurunan aliran udara.
Pasien dengan gangguan nafas
membutuhkan oksigen yang adekuat.GDA untuk mengetahui konsentrasi O2 dalam
darah.
Tanda
vital menunjukan keadaan umum pasien. Pada pasien dengan gangguan pernafasan
TTV meningkat maka perlu dilakukan tindakan segera.
|
PENURUNAN PERFUSI JARINGAN b/d
PENURUNAN O2 KE OTAK
|
|
Tujuan: Setelah
diberikan asuhan keperawatan gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak
meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS
Kriteria hasil:
a.
Daerah
perifer hangat
b.
Tak
sianosis
c.
Gambaran EKG tak menunjukan perluasan
infark
d.
RR
16-24 x/ menit tak terdapat clubbing finger kapiler refill 3-5 detik, nadi
60-100x / menit. TD 120/80 mmHg
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Pantau TD,
catat adanya hipertensi sistolik secara terus menerus dan tekanan nadi yang
semakin berat.
Pantau
frekuensi jantung, catat adanya Bradikardi, Tacikardia atau bentuk Disritmia
lainnya.
Pantau
pernapasan meliputi pola dan iramanya.
|
Vasokontriksi
sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh
penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
Pompa jantung
gagal dapat mencetuskan distres pernapasan. Namun, dispnea
tiba-tiba/berlanjut.
Normalnya
autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat ada
fluktuasi TD sistemik. Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti kerusakan
kerusakan vaskularisasi serebral lokal/menyebar.
|
NYERI b/d HEPATOMEGALI, NYERI
ABDOMEN.
|
|
Tujuan: Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan nyeri dada hilang atau terkontrol
Kriteria Hasil:
a. Pasien mampu
mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi.
b. Pasien
menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Pantau atau catat karakteristik nyeri, catat laporan
verbal, petunjuk nonverbal, dan respon hemodinamik (meringis, menangis,
gelisah, berkeringat, mencengkeram dada, napas cepat, TD/frekwensi jantung
berubah).
Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien
termasuk lokasi, intensitas (0-10), lamanya, kualitas (dangkal/menyebar), dan
penyebarannya.
Observasi ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri
menyerupai angina, atau nyeri IM. Diskusikan riwayat keluarga.
Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
Berikan lingkungan yang tenang,
aktivitas perlahan, dan tindakan nyaman (mis,,sprei yang kering/tak terlipat,
gosokan punggung). Pendekatan pasien dengan tenang dan dengan percaya.
Bantu melakukan teknik relaksasi, mis,, napas
dalam/perlahan, perilaku distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi.
Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik.
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi, contoh:
·
Antiangina, seperti nitrogliserin
(Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur).
·
Penyekat-B, seperti atenolol
(tenormin); pindolol (visken); propanolol (inderal).
·
Analgesik, seperti morfin, meperidin
(demerol)
· Penyekat
saluran kalsium, seperti verapamil (calan); diltiazem (prokardia).
|
Variasi penampilan dan perilaku px karena nyeri terjadi
sebagai temuan pengkajian. Kebanyakan px dengan tampak sakit, distraksi, dan
berfokus pada nyeri. Riwayat verbal dan penyelidikan lebih dalam terhadap
faktor pencetus harus ditunda sampai nyeri hilang. Pernapasan mungkin
meningkat senagai akibat nyeri dan berhubungan dengan cemas, sementara
hilangnya stres menimbulkan katekolamin akan meningkatkan kecepatan jantung
dan TD.
Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus
digambarkan oleh px. Bantu px untuk menilai nyeri dengan membandingkannya
dengan pengalaman yang lain
Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola
sebelumnya, sesuai dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark,
emboli paru, atau perikarditis.
Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaran
nyeri/memerlukan peningkatan dosis obat. Selain itu, nyeri berat dapat
menyebabkan syok dengan merangsang sistem saraf simpatis, mengakibatkan
kerusakan lanjut dan mengganggu diagnostik dan hilangnya nyeri.
Menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan
regangan jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap
situasi saat ini.
Membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri.
Memberikan kontrol situasi, meningkatkan perilaku positif.
Hipotensi/depresi pernapasan dapat terjadi sebagai
akibat pemberian narkotik. Masalah ini dapat meningkatkan kerusakan miokardia
pada adanya kegagalan ventrikel.
Kolaborasi
obat
·
Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek
fasodilatasi koroner, yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi
miokardia. Efek vasodilatasi perifer menurunkan volume darah kembali ke
jantung (preload) sehingga menurunkan kerja otot jantung dan kebutuhan
oksigen.
·
Untuk mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang
simpatis, dengan begitu menurunkan TD sistolik dan kebutuhan oksigen miokard.
Catatan: penyekat B mungkin dikontraindikasikan bila kontraktilitas miokardia
sangat terganggu, karena inotropik negatif dapat lebih menurunkan kontraktilitas.
·
Dapat dipakai pada fase akut/nyeri dada berulang yang
tak hilang dengan nitrogliserin untuk menurunkan nyeri hebat, memberikan
sedasi dan mengurangi kerja miokard.
· Efek
vasodilatasi dapat meningkatkan aliran darah koroner, sirkulasi kolateral dan
menurunkan preload dan kebutuhan oksigen miokardia. Beberapa diantaranya
mempunyai properti antidisritmia.
|
KELEBIHAN VOLUME CAIRAN b/d
MENURUNNYA LAJU FILTRASI GLOMERULUS, MENINGKATNYA PRODUKSI ADH DAN RETENSI
NATRIUM/AIR.
|
|
Tujuan: Setela
diberikan asuhan keperawatan diharapkan Keseimbangan
volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan
selama di RS
Kriteria hasil:
a. Mempertahankan
keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh tekanan darah dalam batas normal
b. Tak ada
distensi vena perifer/ vena dan edema dependen
c. Paru bersih
d. Berat badan
ideal ( BB ideal
(TB –100 ± 10 %)
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Pantau
pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi. Pantau/hitung
keseimbangan pemasukan dan pengeluaran
selama 24 jam.
Pertahakan
duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Pantau TD dan
CVP (bila ada)
Kolaborasi
pemberian diuretic sepert furosemid (lasix, bumetanide (bumex)
|
Pengeluaran
urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi
terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan
selama tirah baring.
Untuk
mengetahui keseimbangan cairan.
Posisi
tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
Hipertensi
dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan
terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
Meningkatkan
laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorpsi natrium/ klorida pada
tubulus ginjal.
|
GANGGUAN
NUTRISI, KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH b/d ANOREKSIA & MUAL.
|
|
Tujuan: Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas efektif setelah dilakukan
tindakan keperawatan selam di RS,
Kriteria
Hasil:
RR Normal
Tak ada bunyi
nafas tambahan
Penggunaan otot bantu pernafasan.
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Observasi
kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
Auskultasi
bunyi usus
Berikan
perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai
dan tissue.
Berikan
makanan porsi kecil tapi sering
Hindari
makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
Hindari
makanan yang sangat panas atau sangat dingin.
Timbang berat
badan sesuai indikasi
|
Pasien
distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan
obat. Selain itu, banyak pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk,
meskipun kegagalan pernapasan membuat status hipermetabolik dengan
peningkatan kebutuhan kalori. Sebagai akibat, pasien sering masuk RS dengan
beberapa derajat malnutrisi. Orang yang mengalami emfisema serig kurus dengan
perototan kurang.
Penurunan
atau hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan
konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan
cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktifitas dan hipoksemia.
Rasa tak
enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat
membuat mual, muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
Membantu
menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan
masukan kalori total.
Dapat
menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen dan gerakan
diafragma, dan dapat meningkatkan dipsnea.
Suhu ekstrem
dapat mencetuskan / meningkatkan spasme batuk.
Berguna untuk
menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi.
|
INTOLERAN
AKTIVITAS b/d FATIGUE
|
|
Tujuan: Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan Terjadi peningkatan toleransi
pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria
hasil :
a. frekuensi
jantung 60-100 x/ menit
b. TD 120-80
mmHg
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji respon pasien terhadap aktifitas, perhatikan
frekuensi nadi lebih dari 20 kali permenit diatas frekuensi istirahat ;
peningkatan TD yang nyata selama/ sesudah aktifitas (tekanan sistolik
meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 20 mmHg) ; dispnea atau
nyeri dada;keletihan dan kelemahan yang berlebihan; diaforesis; pusing atau
pingsan.
Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi,
mis; menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau menyikat
gigi, melakukan aktifitas dengan perlahan.
Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/ perawatan
diri bertahap jika dapat ditoleransi, berikan bantuan sesuai kebutuhan
|
Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon
fisiologi terhadap stres aktivitas dan, bila ada merupakan indikator dari
kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktifitas.
Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi,
juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja
jantung tiba-tiba. Meberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong
kemandirian dalam melakukan aktivitas
|
SINDROM PERAWATAN DIRI b/d SESAK
NAFAS
|
|
Tujuan: Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan terdapat perilaku peningkatan dalam pemenuhan
perawatan diri
Kriteria
hasil :
a. Klien tampak bersih dan segar
b. Klien dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi sesuai dengan batas kemampuan
c. Klien dapat memenuhi kebutuhan
toileting sesuai toleransi
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Observasi
kemampuan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari
Pertahankan
dukungan,sikap yang tegas. Beri pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan
tugasnya.
Berikan umpan
balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya.
Berikan pispot di samping tempat tidur bila tak
mampu ke kamar mandi.
Letakkan alat-alat makan dan alat-alat mandi dekat
pasien.
Bantu pasien
melakukan perawatan dirinya apabila diperlukan.
|
Membantu
dalam mengantisipasi/ merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual.
Pasien akan
memerlukan empati tetapi perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang akan
membantu pasien secara konsisten.
Meningkatkan
perasaan makna diri. Meningkatkan kemandirian, dan mendorong pasien untuk
berusaha secara kontinu
Memudahkan
pasien untuk BAB/BAK
Memudahkan
pasien menjangkau alat-alat tersebut.
Untuk membantu pasien memenuhi
kebutuhan perawatan dirinya.
|
KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT b/d PITTING EDEMA.
|
|
Tujuan: Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil:
a. klien dapat
Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
b. Mempertahankan
integritas kulit,
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Ubah posisi
sering ditempat tidur/ kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/ aktif.
Berikan
perawatan kulit sering, meminimalkan dengan kelembaban/ ekskresi.
Periksa
sepatu kesempitan/ sandal dan ubah sesuai dengan kebutuhan.
Pantau kulit,
catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi
atau kegemukan/kurus.
Pijat area
kemerahan atau yang memutih
|
Memperbaiki
sirkulasi/ menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
Terlalu
kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan.
Edema
dependent dapat menyebabkan sepatu terlalu sempit, meningkatkan risiko
tertekan dan kerusakan kulit pada kaki.
Menurunkan
tekanan pada kulit, dapat memperbaiki sirkulasi.
Kulit
beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan
status nutrisi.
Meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan. |
CEMAS b/d
SESAK NAFAS, ASITES.
|
|
Tujuan: Setelah diberikan asuhan
keperawatan diharapkan pasien menyatakan penurunan cemas
Kriteria Hasil:
a. Mengenal perasaannya
b. Mengidentifikasi penyebab dan
faktor yang mempengaruhinya secara tepat.
c. Mendemonstrasikan pemecahan
masalah positif.
|
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Identifikasi
dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi. Dorong pasien
mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, kehilangan, takut, dll.
Catat adanya
kegelisahan, menolak, dan/atau menyangkal (afek tak tepat atau menolak
mengikuti program medis).
Mempertahankan
gaya percaya (tanpa keyakinan yang salah).
Observasi
tanda verbal/non verbal kecemasan pasien. Lakukan tindakan bila pasien
menunjukkan perilaku merusak.
Terima
penolakan pasien tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan
penolakan. Hindari konfrontasi.
Orientasi
pasien atau orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang
diharapkan. Tingkatkan partisipasi bila mungkin.
Jawab semua
pertanyaan secara nyata. Berikan informasi konsisten; ulangi sesuai indikasi.
Dorong pasien
atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan seseorang, berbagi pertanyaan
dan masalah.
Kolaborasi
Berikan
anticemas/hipnotik sesuai indikasi contoh, diazepam (valium); fluarazepam
(dalmane); lorazepam (ativan).
|
Koping terhadap nyeri dan trauma emosi IM sulit. Pasien dapat takut
mati dan atau cemas tentang lingkungan. Cemas berkelanjutan (sehubungan
dengan masalah tentang dampak serangan jantung pada pola hidup selanjutnya,
masih tak teratasi dan efek penyakit pada keluarga).
Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara derajat/ekspresi marah
atau gelisah dan peningkatan resiko IM.
Pasien dan orang terdekat dapat dipengaruhi oleh
cemas/ketidaktenangan anggota tim kesehatan. Penjelasan yang jujur dapat
menghilangkan kecemasan.
Pasien mungkin tidak menunjukkan masalah secara langsung, tetapi
kata-kata atau tindakan dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah.
Intervensi dapat membantu pasien meningkatkan kontrol terhadap perilakunya
sendiri.
Menyangkal dapat menguntungkan dalam menurunkan cemas tetapi dapat
menunda penerimaan terhadap kenyataan situasi saat ini. Konfrontasi dapat
meningkatkan reasa marah dan meningkatkan penggunaan penyangkalan, menurunkan
kerja sama, dan kemungkinan memperlambat penyembuhan.
Perkiraan dan informasi dapat menurunkan kecemasan pasien.
Informasi yang tepat tentang situasi menurunkan takut, hubungan yang
asing antara perawat-pasien, dan membantu pasien/orangterdekat untuk menerima
situasi secara nyata. Perhatian yang diperlukan mungkin sedikit, dan
pengulangan informasi membantu penyimpanan informasi.
Berbagi informasi membentuk dukungan/kenyamanan dan dapat
menghilangkan tegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
Membantu pasien/orang terdekat untuk mengidentifikasi tujuan nyata,
juga menurunkan resiko kegagalan menghadapi kenyataan adanya keterbatasan
kondisi/memacu penyembuhan
|
IV.
Evaluasi
1. Diagnosa 1 :
a. Melaporkan penurunan episode
dispnea, angina.
b. Ikut serta dalam aktivitas yang
mengurangi beban kerja jantung
2. Diagnosa 2 :
a. RR dalam batas normal
b. Irama nafas dalam batas normal
c. Pergerakan
sputum keluar dari jalan nafas
d. Bebas dari
suara nafas tambahan
3. Diagnosa 3 :
a. RR Normal ,
b. Tak ada bunyi
nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan.
c. GDANormal
4. Diagnosa4:
a. RR 16-24 x/ menit tak terdapat
clubbing finger kapiler refill 3-5 detik, nadi 60-100x / menit.TD120/80mmHg
b. Daerah perifer hangat
c. Tak sianosis
d. Gambaran EKG
tak menunjukan perluasan infark
5. Diagnosa5:
a. Pasien mampu
mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi.
b. Pasien
menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.
6. Diagnosa6:
a. Mempertahankan
keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh tekanan darah dalam batas normal
b. Tak ada distensi
vena perifer/ vena dan edema dependen
c. Paru bersih
d. Berat badan
ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %)
7. Diagnosa7:
a. Penggunaan otot
bantu pernafasan.
b. RR Normal
c. Tak ada bunyii
nafas tambahan
8. Diagnosa8:
a. Frekuensi
jantung 60-100 x/ menit
b. TD 120-80 mmHg
9. Diagnosa9:
a. Klien tampak bersih dan segar
b. Klien dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi sesuai dengan batas kemampuan
c. Klien dapat memenuhi kebutuhan
toileting sesuai toleransi
10. Diagnosa10:
a. Klien dapat
Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
b. Mempertahankan
integritas kulit,
11. Diagnosa11:
a. Mengenal perasaannya
b. Mengidentifikasi penyebab dan faktor
yang mempengaruhinya secara tepat.
c. Mendemonstrasikan pemecahan masalah
positif.