Minggu, 05 Februari 2012

INFARK MIOKARD


BAB III
INFARK MIOKARD

A.  Defenisi
a.    Infark Myokard Akut (IMA)  adalah suatu keadaan nekrosis miokard yang akibat aliran darah ke otot jantung terganggu (Hudack & Galo 1996).
b.    Infark Miocard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan oleh kerusakan aliran darah koroner miokard (oenyempitan atau sumbatan arteri koroner diakibatkan oleh aterosklerosis atau penurunan aliran darah akibat syok atau perdarahan (Carpenito L.J. , 2000).
c.    Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Brunner & Sudarth, 2002)
d.   Infark miokard akut atau sering juga disebut akut miokard infark adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.( Suyono, 1999)

B.  Etiologi
Intinya AMI terjadi jika suplai oksigen yang  tidak sesuai dengan kebutuhan tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkab kematian sel-sel jantung tersebut. Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:
1.    Berkurangnya suplai oksigen ke miokard.
Menurunya suplai oksigen disebabkan oleh tiga factor, antara lain:
a.    Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis, spasme, dan arteritis.
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain: (a) mengkonsumsi obat-obatan tertentu; (b) stress emosional atau nyeri; (c) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (d) merokok.
b.    Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari factor pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis maupun isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, mitrlalis, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardac out put (COP). Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan bebarapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat, termasuk dalam hal ini otot jantung.
c.    Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain: anemia, hipoksemia, dan polisitemia.

2.    Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP. Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada akhirnya makin memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak bertambah.
Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivtas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard  bisa memicu terjadinya infark karea semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan  asupan oksien menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektive.

C.  Factor Resiko
Secara garis besar terdapat dua jenis factor resiko bagi setiap orang untuk terkena AMI, yaitu factor resiko yang bisa dimodifikasi dan factor resiko yang tidak bisa dimodifikasi.
1.    Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
Merupakan factor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
a.    Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan aterosklerosis; peningkatan trombogenessis dan vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen
Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali disbanding yang tidak merokok.

b.   Konsumsi alcohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih controversial
Tidak semua literature mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas cardiovascular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.

c.    Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae , organisme gram negative intraseluler dan penyebab umum penyakit saluran perafasan, tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik

d.   Hipertensi sistemik.
Hipertens sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak langsung akan meningkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu  hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after load  yang pada akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung.

e.    Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah.

f.     Kurang olahraga
Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.

g.    Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2- 4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa.
Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan trombogenesis).

2.    Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Merupakan factor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya:
a.    Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnnya setelah menopause)

b.     Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK)pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen endogn yang bersifat protective pada perempuan.
Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setare dengan laki pada wanita setelah masa menopause

c.    Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK  sebelm usia 70 tahun merupakan factor  resiko independent untuk terjadinya PJK.
Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini.
Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat

d.   RAS
Insidensi kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada RAS apro-karibia

e.    Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.

f.     Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat, ambisius, dan gampang marah  sangat rentan untuk terkena PJK.
Terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid.

g.    Kelas social
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (missal dokter, pengacara dll).
Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-manual.

D.  Patofisiologi
Berawal dari proses aterosklerosis yang merupakan factor etiologi utama yang mendasari terjadinya penyakit jantung koroner. Terbentuknya plaque dari aterosklerosis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah arteri, bila plaque ini pecah dan berdarah menyebabkan thrombosis dan obstruksi arteri koroner. Obstruksi pembuluh darah lebih dari 75% akan meningkatkan kematian (30 – 40%).
Penyempitan atau obstruksi total pembuluh arteri koroner akan mempengaruhi perfusi koroner. Suplai oksigen yang kurang atau tidak ada menyebabkan iskemia miokard. Pada iskemia memaksa miokardium mengubah metabolisme bersifat anaerob dimana asam laktat yang dihasilkan tertimbun di sel-sel miokard akan menstimuli ujung saraf dan menimbulkan rasa nyeri dada, serta kadar pH sel akan berkurang/asidosis.
Iskemia miokard yang berlangsung lama lebih dari 35 – 45 menit menyebabkan kerusakan sel-sel miokard yang irreversible dan nekrosis. Pada keadaan demikian fungsi ventrikel terganggu, kekuatan kontraksi berkurang, penurunan stroke volume dan fraksi ejeksi serta gangguan irama jantung. Hal ini akan mengubah hemodinamika. Mekanisme kompensasi output cardial dan perfusi yang mungkin meliputi stimulasi simpatik berupa peningkatan heart rate, vasokontriksi, hipertrofi ventrikel.
Proses terjadinya infark miokard terbagi dalam tiga zona, yaitu zona nekrotik, injury dan iskemia. Zona injury dan iskemia berpotensial dapat pulih kembali tergantung pada kemampuan jaringan sekitar iskemia membentuk sirkulasi kolateral untuk reperfusi cepat.
Luasnya infark tergantung pada pembuluh darah arteri yang tersumbat. Miokard infark paling sering mengenai ventrikel kiri. Dan area yang terkena dapat seluruh otot jantung (infark transmural) atau hanya mengenai sebagian dalam lapisan miokard (infark sub endokardial)

E.  Manifestasi Klinis
Tidak semua serangan mulai secara tiba-tiba disertai nyeri yang sangat parah seperti yang sering kita lihat pada tayangan TV atau sinema. Tanda dan gejala dari serangan jantung tiap orang tidak sama. Banyak serangan jantung berjalan lambat sebagai nyeri ringan atau perasaan tidak nyaman. Bahkan beberapa orang tanpa gejala sedikitpun (dinamakan silent heart attack)
Akan tetapi pada umumnya serangan AMI ini ditandai oleh beberapa hal berikut:
a.    Nyeri Dada
Mayoritas pasien AMI (90%) datang dengan keluhan  nyeri dada. Perbedaan dengan nyeri pada angina adalah nyer pada AMI lebih panjang yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak.
Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan takut.
Mskipun AMI memiliki cirri nyeri yang khas yaitu menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau penderita DM berkaitan dengan neuropathy.
b.    Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolic ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi.
Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya  disfungsi ventrikel kiri yang bermakna
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:
1.    Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial
2.    Sifat nyeri : seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat.
3.    Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bawah gigi, punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan.
4.    Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat dan responsif terhadap nitrat.
5.    Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan
6.    Gejala yang menyertai dapat berupa mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas.
c.    Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan
d.   Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstrimitas)

F.   Pemeriksaan Fisik
a.    Tampilan Umum
Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebihan. Pasien juga tapak sesak. Demam derajat sedang (< 38 C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark

b.    Denyut Nadi dan Tekanan Darah
Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada sepertiga pasien, biasanya akan melambat dengan pemberian analgesic yang adekuat.
Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark.
Peningkatan TD mmoderat merupakan akibat dari pelepasan kotekolamin
Sedangkan jika terjadi hipotensi maka hal tersebut merupakan akibat dari  aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok kardiogenik

c.    Pemeriksaan jantung
Terdangar bunyi jantung S4 dan S3 , atau mur-mur. Bunyi gesekan perikard jarang terdengar hingga hari ke dua atau ketiga atau lebih lama lagi (hingga 6 minggu) sebagai gambatan dari sindrom Dressler.

d.    Pemeriksaan paru
Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat gambaran edema paru pada radiografi. Jika terdapat edema paru, maka hal itu merupakan komplikasi infark luas, biasanya anterior.

G.  Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosa serangan jantung berdasarkan gejala, riwayat kesehatan prbadi dan kelarga, serta hasil test diagnostic.
a.    EKG (Electrocardiogram)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menmghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan  menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST.
Pada infark, miokard yang mati tidak  mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik terjasi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.
Gambaran spesifik pada rekaman EKG
Daerah infark
Perubahan EKG
Anterior
Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior
Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal (depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral
Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior
Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan
Perubahan gambaran dinding inferior
b.    Test Darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-protein tertentu keluar masuk aliran darah.
1.    Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPK-MB  terdetekai setelah 6-8 jam, mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali menjadi normal setelah 24 jam berikutnya.
2.    LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu setelah 24 jam kemudian mencapai puncak  dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi sampai dengan 2 minggu.
Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi penggunaan klinisnya masih kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama Troponin T.
Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH selain ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada otot skeletal.
3.    Troponin T &  I merupakan protein merupakan tanda paling  spesifik cedera otot jantung, terutama Troponin T (TnT)
Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard  dan masih tetap tinggi  dalam serum selama 1-3 minggu.
Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap selama tiga hari pertama; peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.

c.    Coronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arteri koroner.
Dokter memasukan kateter melalui arteri pada lengan atau paha menujua jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner
Zat kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung kateter pada aliran darah. Zat kontras itu  memingkinkan dokter dapat mempelajari aliran darah yang melewati pembuluh darah dan jantung
Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan  angioplasty, dpat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang akan  ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga arteri tetap terbuka.

H.  Penanganan
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk penyembuhan) dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan pada pasien dengan AMI:
a.    Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal. Persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6 L /menit melalu binasal kanul.
b.    pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi dalam jam-jam pertama pasca serangan.
c.    Pasien dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung sehingga mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti memberikan kesempatan kepada sel-selnya untuk memulihkan diri.
d.   Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberan obat-obatan dan nutrisi yang diperlukan. Pada awal-awal serangan pasien tidak diperbolehkan mendapatkan asupa nutrisi lewat mulut karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh erhadap oksigen sehingga bisa membebani jantung.
e.    Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan aspirin (antiplatelet)  untuk mencegah pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien yang elergi terhadap aspirin dapat diganti dengan clopidogrel.
f.     Nitroglycerin dapat diberikan  untuk menurunkan beban kerja jantung dan memperbaiki aliran darah yang melalui arteri koroner. Nitrogliserin juga dapat membedakan apakah ia Infark atau Angina, pada infark biasanya nyeri tidak hilang dengan pemberian nitrogliserin.
g.    Morphin merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat mendepresi aktivitas pernafasan, sehingga tdak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan petidin
Pada prinsipnya jika mendapatkan korban yang dicurigai mendapatkan serangan jantung, segera hubungi 118 untuk mendapatkan pertolongan segera. Karena terlambat 1-2 menit saa nyawa korban mungkin tidak terselamatkan lagi.
Obat-obatan yang digunakan pada pasien dengan AMI diantaranya:
1.    Obat-obatan trombolitik
Obat-obatan ini ditujukan untuk memperbaiki kembali airan darah pembuluh darah koroner, sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut.
Obat-obatan ini digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Waktu paling efektive pemberiannya adalah 1 jam stelah timbul gejal pertama dan tidak boleh lebih dari 12 am pasca serangan. Selain itu tidak boleh diberikan pada pasien diatas 75 tahun
Contohnya adalah streptokinase
2.    Beta Blocker
Obat-obatan ini menrunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung tambahan. Beta bloker juga bisa  digunakan untuk memperbaiki aritmia.
Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan non-cardioselective (propanolol, pindolol, dan nadolol)
3.    Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors
Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot jantung.
Misalnya captropil
4.    Obat-obatan antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah pada arteri.
Missal: heparin dan enoksaparin.
5.    Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk membentuk bekuan yang tidak diinginkan.
Jika obat-obatan tidak mampu menangani/menghentikan serangan jantung., maka dpat dilakukan tindakan medis, yaitu antara lain
a.    Angioplasti
Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan membuka arteri koroner yang tersumbat oleh bekuan darah. Selama angioplasty kateter dengan balon pada ujungnya dimasukan melalui pembuluh darah menuju arteri koroner yang tersumbat. Kemudian balon dikembangkan untuk mendorong plaq melawan dinding arteri. Melebarnya bagian dalam arteri akan mengembalikan aliran darah.
Pada angioplasti, dapat diletakan tabung kecil (stent) dalam arteri yang tersumbat sehingga menjaganya tetap terbuka.  Beberapa stent biasanya dilapisi obat-obatan yang mencegah terjadinya bendungan ulang pada arteri.
b.    CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)
Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri atau vena diambil dari bagian tubuh lain kemudian disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati arteri koroner yang tersumbat. Sehingga menyediakan jalan baru untuk aliran darah yang menuju sel-sel otot jantung.
Setelah pasien kembali  ke rumah maka penanganan tidak berhenti, terdapat beberapa hal  yang perlu diperhatikan:
·       Mematuhi manajemen terapi lanjutan dirumah baik berupa obat-obatan maupn mengikuti program rehabilitasi.
·       Melakukan upaya perubahan gaya hidup sehat yang bertujuan untuk menurunkan kemungkinan kekambuhan, misalnya antara lain: menghindari merokok, menurunkan BB, merubah dit, dan meningatkan aktivitas fisik.

I.     Komplikasi
1.        Aritmia
2.        Bradikardia sinus
3.        Irama nodal
4.        Gangguan hantaran atrioventrikular
5.        Gangguan hantaran intraventrikel
6.        Asistolik
7.        Takikardia sinus
8.        Kontraksi atrium prematur
9.        Takikardia supraventrikel
10.    Flutter atrium
11.    Fibrilasi atrium
12.    Takikardia atrium multifokal
13.    Kontraksi prematur ventrikel
14.    Takikardia ventrikel
15.    Takikardia idioventrikel
16.    Flutter dan Fibrilasi ventrikel
17.    Renjatan kardiogenik
18.    Tromboembolisme
19.    Perikarditis
20.    Aneurisme ventrikel
21.    Regurgitasi mitral akut
22.    Ruptur jantung dan septum

J.    Pengakjian Keperawatan
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1.    Aktivitas/istirahat:
Gejala:
-       Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
-       Riwayat pola hidup menetap, jadual olahraga tak teratur
Tanda:
-       Takikardia, dispnea pada istirahat/kerja

2.    Sirkulasi:
Gejala:
-       Riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD, DM.
Tanda:
-       TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri.
-       Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
-       BJ ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel
-       Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar.
-       Friksi; dicurigai perikarditis
-       Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
-       Edema, DVJ, edema perifer, anasarka, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.
-       Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.

3.    Integritas ego:
Gejala:
-       Menyangkal gejala penting.
-       Takut mati, perasaan ajal sudah dekat
-       Marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’
-       Kuatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda:
-       Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata
-       Gelisah, marah, perilaku menyerang
-       Fokus pada diri sendiri/nyeri.

4.    Eliminasi:
Tanda:
-       Bunyi usus normal atau menurun

5.    Makanan/cairan:
Gejala:
-       Mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:
-       Penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat
-       Muntah,
-       Perubahan berat badan

6.    Hygiene:
Gejala/tanda:
-       Kesulitan melakukan perawatan diri.

7.    Neurosensori:
Gejala:
-       Pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda:
-       Perubahan mental
-       Kelemahan

8.    Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
-       Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
-       Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
-       Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
-       Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
-       Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi dan lansia.
Tanda:
-       Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
-       Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
-       Menarik diri, kehilangan kontak mata
-       Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.

9.    Pernapasan:
Gejala:
-       Dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nokturnal
-       Batuk produktif/tidak produktif
-       Riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:
-       Peningkatan frekuensi pernapasan
-       Pucat/sianosis
-       Bunyi napas bersih atau krekels, wheezing
-       Sputum bersih, merah muda kental

10.     Interaksi sosial:
Gejala:
-       Stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga)
-       Kesulitan koping dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda:
-       Kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat
-       Menarik diri dari keluarga

11.     Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
-       Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, Stroke, Hipertensi, Penyakit Vaskuler Perifer
-       Riwayat penggunaan tembakau








K.  Diagnosa Keperawatan
1.    Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2.    Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
3.    Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
4.    (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
5.    (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
6.    (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
7.    Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.

L.  INTERVENSI KEPERAWATAN
NYERI AKUT B/D ISKEMIA MIOKARD AKIBAT SUMBATAN ARTERI KORONER.
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi diharapkan klien dapat mengontrol nyeri
Criteria hasil :
-            Tampak rileks
-            Skala nyeri berkurang
-            Klien dapat istirahat
-            TD = 110/80 mmHg – 130/90 mmHg
-            Hasil EKG normal
-            N= 80-100 x/menit
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik

Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.

Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi)

Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)

Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)


Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)



Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).
Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam variasi respon verbal non verbal yang juga bersifat individual sehingga perlu digambarkan secara rinci untuk menetukan intervensi yang tepat.

Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.


Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.

Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.

Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)

Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.

Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral, menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.


INTOLERANSI AKTIVITAS B/D KETIDAKSEIMBANGAN SUPLAI OKSIGEN MIOKARD DENGAN KEBUTUHAN TUBUH.
Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria Hasil :
-       Klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien
-       Frekuensi jantung 60-100 x/ menit
-       TD 120-80 mmHg
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.

Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas


Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.




Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.


Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap.

Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.
Menentukan respon klien terhadap aktivitas.



Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.

Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengedan dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.

Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.

Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung.


Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.


KECEMASAN (URAIKAN TINGKATANNYA) B/D ANCAMAN/PERUBAHAN KESEHATAN-STATUS SOSIO-EKONOMI; ANCAMAN KEMATIAN.
Tujuan : Cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
·         Klien tampak rileks
·         Klien dapat beristirahat
·         TTV dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.




Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut terhadap situasi krisis yang dialaminya.


Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.


Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti cemas/sedativa sesuai indikasi (Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan).
Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan dapat dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan adanya kegelisahan, kemarahan, penolakan dan sebagainya.

Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi, dapat berupa cemas/takut terhadap ancaman kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan peran sosial dan sebagainya.

Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.

Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.


(RISIKO TINGGI) PENURUNAN CURAH JANTUNG B/D PERUBAHAN FREKUENSI, IRAMA DAN KONDUKSI LISTRIK JANTUNG; PENURUNAN PRELOAD/PENINGKATAN TAHANAN VASKULER SISTEMIK; INFARK/DISKINETIK MIOKARD, KERUSAKAN STRUKTUARAL SEPERTI ANEURISMA VENTRIKEL DAN KERUSAKAN SEPTUM.
Tujuan :  Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil :
-          Tidak ada edema
-          Tidak ada disritmia
-          Haluaran urin normal
-          TTV dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan berdiri (bila memungkinkan)







Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.






Auskultasi bunyi napas.


Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.


Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien

Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.


Bantu pemasangan/pertahankan paten-si pacu jantung bila digunakan.
Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin dan atau masalah vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan HR yang meningkat.

S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri yang disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katup, kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.

Krekels menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan fungsi miokard.

Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan memicu rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia.

Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.

Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi disritmia atau nyeri dada berulang.

Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas/kerusakan sistem konduksi.

(RISIKO TINGGI) PERUBAHAN PERFUSI JARINGAN B/D PENURUNAN/SUMBATAN ALIRAN DARAH KORONER.
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS.
Kriteria Hasil:
-          Daerah perifer hangat
-          Tidak sianosis
-          Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark
-          RR 16-24 x/ menit
-          Tidak terdapat clubbing finger
-          Kapiler refill 3-5 detik
-          Nadi 60-100x / menit
-          TD 120/80 mmHg
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental yang tiba-tiba seperti bingung, letargi, gelisah, syok.

Pantau tanda-tanda sianosis, kulit dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.


Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi napas)



Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia, penurunan bising usus, mual-muntah, distensi abdomen dan konstipasi)

Pantau asupan caiaran dan haluaran urine, catat berat jenis.




Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)

Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan:
Hepari / Natrium Warfarin (Couma-din)




Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac), Antasida.



Trombolitik (t-PA, Streptokinase)
Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah jantung di samping kadar elektrolit dan variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.

Penurunan curah jantung menyebabkan vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan oleh penurunan perfusi perifer (kulit) dan penurunan denyut nadi.

Kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan distres pernapasan. Di samping itu dispnea tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan komplokasi tromboemboli paru.

Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat menimbulkan disfungsi gastrointestinal


Asupan cairan yang tidak adekuat dapat menurunkan volume sirkulasi yang berdampak negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan organ lainnya. BJ urine merupakan indikator status hidrsi dan fungsi ginjal.

Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.


Heparin dosis rendah mungkin diberikan mungkin diberikan secara profilaksis pada klien yang berisiko tinggi seperti fibrilasi atrial, kegemukan, anerisma ventrikel atau riwayat tromboplebitis. Coumadin merupakan antikoagulan jangka panjang.

Menurunkan/menetralkan asam lambung, mencegah ketidaknyamanan akibat iritasi gaster khususnya karena adanya penurunan sirkulasi mukosa.

Pada infark luas atau IM baru, trombolitik merupakan pilihan utama (dalam 6 jam pertama serangan IMA) untuk memecahkan bekuan dan memperbaiki perfusi miokard.

(RISIKO TINGGI) KELEBIHAN VOLUME CAIRAN B/D PENURUNAN PERFUSI GINJAL; PENINGKATAN NATRIUM/RETENSI AIR; PENINGKATAN TEKANAN HIDROSTATIK ATAU PENURUNAN PROTEIN PLASMA.
Tujuan : Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan di RS
Kriteria Hasil :
-          Tekanan darah dalam batas normal
-          Tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen
-          Paru bersih
Berat badan ideal ( BB ideal TB -100 – 10 %)
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Auskultasi bunyi napas terhadap adanya krekels.

Pantau adanya DVJ dan edema anasarka

Hitung keseimbangan cairan dan timbang berat badan setiap hari bila tidak kontraindikasi.



Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 jam dalam batas toleransi kardiovaskuler.

Kolaborasi pemberian diet rendah natrium.

Kolaborasi pemberian diuretik sesuia indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/ Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak-ton/Aldactone)

Pantau kadar kalium sesuai indikasi.

Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.

Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume cairan (overhidrasi)

Penurunan  curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air dan penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan positif yang ditunjang gejala lain (peningkatan BB yang tiba-tiba) menunjukkan kelebihan volume cairan/gagal jantung.

Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi tetap disesuaikan dengan adanya dekompensasi jantung.

Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga harus dibatasi.

Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi kelebihan volume cairan.


Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik yang juga meningkatkan pengeluaran kalium.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar